Sabtu, 23 Oktober 2010

Potensi dan Tantangan Pengelolaan Gambut di Indonesia

Gambut (kadang-kadang disebut rawa gambut) terbentuk dimana tanaman-tanaman yang tergenang oleh air terurai secara lambat. Gambut yang terbentuk terdiri dari berbagai bahan organik tanaman yang membusuk dan terdekomposisi pada berbagai tingkatan.

Ciri-ciri khas dari suatu lahan gambut adalah kandungan bahan organiknya yang tinggi (lebih dari 65%).
Lahan-lahan gambut yang digenangi air tidak terbakar secara alami, kecuali pada tahun-tahun yang luar biasa keringnya. Hal ini ditunjukkan secara tragis selama
terjadinya perang Vietnam, dimana hutan-hutan rawa gambut disemprot oleh bahan-bahan kimia dan dibakar oleh bom napalm. Kebakaran-kebakaran yang terjadi kemudian di’tahan’ oleh rawa-rawa gambut alami yang basah. Walaupun tanahnya miskin hara dan sangat sulit digunakan untuk usaha pertanian skala besar, namun semakin banyak kawasan-kawasan gambut yang dibalak dan dikeringkan.
Dalam melakukan kegiatan-kegiatan ini, di kawasan-kawasan tersebut digali kanal-kanal untuk mengeringkannya, menyediakan akses untuk pembalakan, dan untuk meyiapkan lahan bagi usaha-usaha pertanian. Meningkatnya akses manusia memungkinkan terjadinya kebakaran dan kegiatan pembalakan, yang akan mengganggu keseimbangan alami dari ekosistem rawa gambut.

Sebaran Gambut di Indonesia
Luas total : 20,6 juta ha. (10,8% daratan Indonesia 50% gambut tropis
  • Sumatera : 35%
  • Kalimantan : 32%
  • Papua : 30%
  • Sulawesi : 3%

Sumber : Wibowo & Suyatno, 1998 dalam Wahyunto et. al. 2005
Sebaran gambut di Kalimantan (2002)








Manfaat Lahan Gambut:
  • Keanekaragaman Hayati
  • Perubahan Iklim
  • Pengaturan Hidrologi
  • Mata Pencaharian : Rotan, Perikanan, Madu, Ekowisata

Nilai ekonomi lahan gambut Contoh di Hutan Rawa Gambut Perian, Kaltim (Survey WI-IP, 2000)







Ancaman Terhadap Lahan Gambut Di Indonesia :
  • Konversi
  • Pengeringan
  • Kebakaran (2,12 Juta ha. lahan gambut terbakar pada tahun 1997/98)
  • Pemanfaatan berlebih
Lahan Gambut Dan Kebakaran
Kebakaran di lahan-lahan gambut harus dihindari. Mereka adalah sumber terbesar polusi asap dalam kebakaran-kebakaran hutan dan lahan di Indonesia. Dalam kebakaran-kebakaran besar pada tahun 1997/98, polusi asap saja telah menimbulkan kerugian sebesar 800 juta US$ (akibat terganggunya transportasi, kerugian industri pariwisata, dan meningkatnya biaya-biaya kesehatan). Terbakarnya kawasan-kawasan rawa-gambut telah merusak beberapa tempat ‘penyimpanan’karbon terpenting di dunia dan melepaskan sejumlah besar karbon ke udara. Sebuah studi terbaru memperkirakan bahwa karbon yang dilepas selama kebakaran-kebakaran lahan gambut pada tahun 1997/98 sama jumlahnya dengan 13 sampai 40% dari emisi tahunan yang disebabkan oleh pembakaran bahan-bakar fosil di seluruh dunia. Apabila api di lahan gambut tidak dapat dipadamkan, api tersebut dapat tetap menyala dibawah permukaan dalam waktu yang lama (bahkan tahunan) dan menyebabkan kebakaran baru apabila cuaca menjadi lebih kering lagi. Api yang menyala dibawah permukaan merusak sistem perakaran pohon. Pohon-pohon tersebut akan menjadi tidak stabil dan kemudian tumbang atau mati. Hal ini akan menghasilkan sejumlah besar pohon mati atau sisa tanaman, yang akan menjadi bahan-bakar yang potensil bagi kebakaran berikutnya.

Penanganan Kebakaran Lahan Gambut
Saran-Saran Penanganan Kebakaran (Deklarasi Bogor, 13 – 14 Oktober 2003)
  • Pengelolaan muka air alami sebagai kunci untuk pencegahan kebakaran;
  • Koordinasi berbagai institusi yang terkait, termasuk pembentukan unit-unit pencegahan kebakaran gambut pada institusi-institusi yang bertanggung jawab untuk kegiatan kehutanan dan pertanian;
  • Melibatkan secara aktif masyarakat desa dalam pencegahan dan penanggulangan kebakaran;
  • Adopsi strategi tidak membakar (zero burning) untuk semua kegiatan pertanian komersial;
  • Tingkatkan penegakan hukum serta pemantauan dan prakiraan resiko kebakaran.

Sumber :
Yus Rusila Noor biodiversity@wetlands.or.id
I Nyoman N. Suryadiputra nyoman@wetlands.or.id

Tidak ada komentar: